Di dalam Islam, dilema lawan jenis sangat diperhatikan. Baik laki-laki maupun perempuan dihentikan sembarang bergaul atau berduaan, apalagi bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya. Misalnya ingin bertemu lawan jenis pun harus ada muhrimnya.
Namun di masa kini ini, kita seringkali memakai layanan ojek online. Lalu, bagaimana bila kita menjadi berboncengan dengan yang bukan muhrim? Misalnya drivernya laki-laki, sementara penumpanganya perempuan, dan sebaliknya.
Ojek online / Gambar via quora.com |
Inilah Hukum Berboncengan dengan yang bukan Muhrim dalam Islam
Hukum berboncengan dengan yang bukan muhrim tidak diperbolehkan, tapi ada pengecualian terhadap hal ini. Pengecualiannya yaitu bila dapat terhindar dari fitnah.
Seperti tidak terjadi persinggungan badan, tidak terjadi khalwat (berkumpulnya laki-laki dan perempuan di daerah sepi yang mana sulit terhindar dari perbuatan haram), tidak melihat aurat lawan jenis, dan tidak terjadi persentuhan kulit.
Hukum secara global, yaitu diperbolehkan apabila laki-laki membonceng laki-laki lain atau perempuan membonceng perempuan lain. Yang terpenting tidak menjadikan nafsu antara keduanya.
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga pernah membonceng istrinya, Shofiyyah Ra.
Jika seorang laki-laki membonceng perempuan mahramnya hukumnya juga boleh, asalkan tidak ada nafsu. Sementara bagi laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim diharamkan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. (Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Vol. III hal. 91)
Apabila terjadi persinggungan langsung, maka hukumnya yaitu haram. Sementara bila tidak, maka hukumnya yaitu makruh.
"Percampuran antara perempuan dan laki-laki asalkan tidak terjadi khalwat tidak diharamkan." (Al Majmuu' IV/350)
Seperti tidak terjadi persinggungan badan, tidak terjadi khalwat (berkumpulnya laki-laki dan perempuan di daerah sepi yang mana sulit terhindar dari perbuatan haram), tidak melihat aurat lawan jenis, dan tidak terjadi persentuhan kulit.
Hukum secara global, yaitu diperbolehkan apabila laki-laki membonceng laki-laki lain atau perempuan membonceng perempuan lain. Yang terpenting tidak menjadikan nafsu antara keduanya.
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam juga pernah membonceng istrinya, Shofiyyah Ra.
Jika seorang laki-laki membonceng perempuan mahramnya hukumnya juga boleh, asalkan tidak ada nafsu. Sementara bagi laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim diharamkan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. (Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah Vol. III hal. 91)
Apabila terjadi persinggungan langsung, maka hukumnya yaitu haram. Sementara bila tidak, maka hukumnya yaitu makruh.
"Percampuran antara perempuan dan laki-laki asalkan tidak terjadi khalwat tidak diharamkan." (Al Majmuu' IV/350)
Wallahu a'lam bis showaab
0 Comments