Sejak bayi, orang bau tanah selalu mengajak anaknya berbicara meskipun sang anak belum sanggup bicara. Hal ini dilakukan supaya anak juga sanggup sambil berguru bicara dan menirukan orang tua. Setidaknya di usia dua tahun, anak mulai sanggup berbicara.
Tapi dikala cukup umur semua ini berubah, tidak lagi seseorang harus diajari berbicara melainkan justru diajari untuk diam. Dan untuk sanggup diam, lebih sulit daripada berbicara. Mengapa demikian?
Diam |
Belajar untuk Diam Ternyata Lebih Sulit daripada Berbicara
Kita perlu mengetahui kapan harus membisu dan kapan harus bicara. Terkadang, kita seharusnya tidak berbicara untuk menjaga perasaan orang lain, untuk menjaga kedamaian. Dan justru lebih baik berpura-pura tidak dengar atau tidak melihat biar sanggup menjaga bunyi kita.
Karena kalau semua diungkapkan, sanggup jadi ada hati yang terluka sebab perkataan kita. Tidak ada yang tahu bagaimana perasaan seseorang. Bisa jadi dari raut wajah ia terlihat biasa saja, namun sesungguhnya hatinya terluka.
Allah Ta'ala berfirman dalam Al Qur'an surat An Nisa' ayat 114, "Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan diam-diam mereka, kecuali menyuruh (orang) bersedekah, atau mengajak berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian diantara manusia."
Kisah para nabi mengajarkan kita pada membisu lebih baik daripada harus bicara tapi menyakiti orang lain. Seperti kisah Nabi Yusuf AS, dikala dia dibuang oleh saudara-saudaranya. Saat itu, saudara-saudaranya pulang dan bercerita pada sang ayah.
Sang ayah hanya membisu mendengarkan sebab mereka tahu bawah umur mereka berbohong, kemudian dia berpaling. Begitu juga Nabi Yusuf AS yang mendengar kebohongan-kebohongan saudaranya. Beliau hanya membisu tidak pribadi menegur.
Kisah para nabi mengajarkan kita pada membisu lebih baik daripada harus bicara tapi menyakiti orang lain. Seperti kisah Nabi Yusuf AS, dikala dia dibuang oleh saudara-saudaranya. Saat itu, saudara-saudaranya pulang dan bercerita pada sang ayah.
Sang ayah hanya membisu mendengarkan sebab mereka tahu bawah umur mereka berbohong, kemudian dia berpaling. Begitu juga Nabi Yusuf AS yang mendengar kebohongan-kebohongan saudaranya. Beliau hanya membisu tidak pribadi menegur.
Terkadang, dikala ada suatu hal yang tidak benar disampaikan tapi kita mengetahui kebenarannya, ingin rasanya kita berbicara meluruskan. Tapi takut kalau ada yang sakit hati. Oleh sebab itu, membisu akan lebih baik daripada berbicara meskipun itu lebih sulit.
Semoga bermanfaat!
0 Comments